عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي الْبَحْرِ
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَاللَّفْظُ لَهُ وَصَحَّحَهُ
ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَرَوَاهُ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ
وَأَحْمَدُ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang (air) laut. "Laut itu
airnya suci dan mensucikan, bangkainya pun halal."
Dikeluarkan oleh Imam Empat dan Ibnu Syaibah. Lafadh hadits menurut
riwayat Ibnu Syaibah dan dianggap shohih oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi.
Malik, Syafi'i dan Ahmad juga meriwayatkannya.
Derajat
Hadits:
Hadits ini shahih.
-
At Tirmidzi berkata, “hadits ini hasan shahih, Saya bertanya kepada Imam Bukhari
tentang hadits ini, beliau menjawab, “shahih””.
-
Az Zarqoni berkata di Syarh Al Muwatho’, “Hadits ini merupakan prinsip
diantara prinsip-prinsip islam, umat islam telah menerimanya, dan telah
dishahihkan oleh sekelompok ulama, diantaranya, Imam Bukhori, Al Hakim, Ibnu
Hibban, Ibnul Mandzur, At Thohawi, Al Baghowi, Al Khotthobi, Ibnu Khuzaimah, Ad
Daruquthni, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Daqiqil ‘Ied, Ibnu Katsir, Ibnu
Hajar, dan selainnya yang melebihi 36 imam.
Kosa
kata:
- Kata البَحْر (al-bahr /laut) adalah selain daratan,
yaitu dataran yang luas dan mengandung air asin.
-
Kata الطَهُوْرُ (at-thohur) adalah air yang suci substansinya dan dapat
mensucikan yang lainnya.
-
Kata الحِلُّ (Al-hillu) yaitu halal, kebalikan haram.
-
Kata مَيْتَتُهُ (maitatuhu), yaitu hewan yang tidak
disembelih secara syariat. Yang dimaksud di sini adalah hewan yang mati di dalam
laut, dan hewan tersebut tidak bisa hidup kecuali di laut, jadi bukan semua yang
mati di laut.
Faedah
Hadits:
1. Kesucian air laut bersifat mutlak tanpa ada perincian. Airnya suci
substansinya dan dapat mensucikan yang lainnya. Seluruh ulama menyatakan
demikian kecuali sebagian kecil yang pendapatnya tidak dapat
dianggap.
2. Air laut dapat menghapus hadats besar dan kecil, serta
menghilangkan najis yang ada pada tempat yang suci baik pada badan, pakaian,
tanah, atau selainnya.
3. Air jika rasanya atau warnanya atau baunya berubah dengan sesuatu
yang suci, maka air tersebut tetap dalam keadaan sucinya selama air tersebut
masih dalam hakikatnya, sekalipun menjadi sangat asin atau sangat panas atau
sangat dingin atau sejenisnya.
4. Bangkai hewan laut halal, dan maksud bangkai di sini adalah hewan
yang mati yang tidak bisa hidup kecuali di laut.
5. Hadits ini menunjukkan tidak wajibnya membawa air yang mencukupi
untuk bersuci, walaupun dia mampu membawanya, karena para sahabat mengabarkan
bahwa mereka membawa sedikit air saja.
6. Sabdanya الطهور ماؤه (suci dan mensucikan airnya), dengan
alif lam, tidak menafikan kesucian selain air laut, sebab perkataan
tersebut sebagai jawaban atas pertanyaan tentang air laut.
7. Keutamaan menambah jawaban dalam fatwa dari suatu pertanyaan, hal
ini dilakukan jika orang yang berfatwa menduga bahwa orang yang bertanya tidak
mengetahui hukum (yang ditambahnya tersebut).
8. Ibnul Arobi berkata, “Merupakan kebaikan dalam berfatwa jika
menjawab lebih banyak dari yang ditanyakan kepadanya sebagai penyempurna faedah
dan pemberitahuan tentang ilmu yang tidak ditanyakan, dan ditekankan melakukan
hal ini ketika adanya kebutuhan ilmu tentang suatu hukum sebagaimana pada hadits
ini (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menambah "dan halal
bangkainya"), dan ini tidak dianggap membebani si penanya dengan sesuatu
yang tidak penting.
9. Imam As Syafi’i berkata, “Hadits ini merupakan setengah dari ilmu
tentang bersuci”, Ibnul Mulaqqin berkata, “Hadits ini merupakan hadits yang
agung dan prinsip diantara prinsip-prinsip bersuci, yang mencakup hukum-hukum
yang banyak dan kaidah-kaidah yang penting”.
Perbedaan
Pendapat Para Ulama
a. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hewan laut tidak halal kecuali
ikan dengan seluruh jenisnya, adapun selain ikan yang menyerupai hewan darat,
seperti ular (laut), anjing (laut), babi (laut) dan lainnya, maka beliau
berpendapat tidak halal.
b. Pendapat Imam Ahmad yang masyhur adalah halalnya seluruh jenis
hewan laut, kecuali katak, ular, dan buaya. Katak dan ular merupakan hewan yang
menjijikkan, adapun buaya merupakan hewan bertaring yang digunakannya untuk
memangsa
c. Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat halalnya seluruh jenis
hewan laut tanpa terkecuali, keduanya berdalil dengan firman Allah ta’ala,
“Dihalalkan bagi kamu hewan buruan laut” (QS Al Maidah : 96), dan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أُحِلَّتْ لنا مَيتَتَانِ الجراد و الحوتُ
”Dihalalkan bagi kita dua bangkai, (yaitu) belalang dan al
huut”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Di dalam “Kamus” disebutkan bahwa al huut adalah
ikan.
Juga berdasarkan
hadits pada bab ini, الحِلُّ
مَيْتـَتُهُ (halal bangkainya), maka pendapat inilah
(Imam Malik dan Imam As Syafi’i) yang lebih kuat.
Sumber: Taudihul
Ahkam min Bulughil Marom karya Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Al
Bassam.
0 Komentar untuk "Hadist Tentang Air (bagian 1)"